Sabtu, 15 Agustus 1981

Eksperimen dengan Sebuah Revolusi

Tiga belas tahun pemerintahan Partai Sosialis Arab Ba'ath (kebangunan) ternyata membawa perubahan sangat  besar dalam kehidupan bangsa Irak. Tumbuhnya disiplin nasional dapat dibuat dalam beberapa hal kecil, seperti berjalan. Pengaturannya semakin keras: yang melanggar terkena hukuman denda sekitar tujuh ribu rupiah kita.

Tetapi sudah tentu hal-hal  itu tidak dapat dijadikan ukuran bagi transformasi mendasar yang dijalani kehidupan bangsa Irak.

Seperti umumnya pemerintahan revolusioner, pemerintah Irak memberikan tekanan pada pengembangan kesadaran nasional akan pentingnya arti penciptaan masyarakat baru yang dituju oleh revolusi itu sendiri. Bentuk paling mudah untuk diambil sebagai contoh sudah tentu adalah indoktrinasi, yang dalam kamus Arab moderen disebut tau'iyyah, yang diselenggarakan secara massif melalui segenap media.

Tidak bosan-bosan didengungkan kehebatan revolusi. Segala bentuk ekspresi perasaan dan ungkapan pemikiran diarahkan kepada pengagungan revolusi dan kehebatan masyarakat sosialis yang diidam-idamkan. Kesenian, pendidikan, upacara-upacara keagamaan dan acara-acara hiburan dipenuhi dengan 'suasana revolusioner'.

Sudah tentu tidak ketinggalan pengerahan segala aspirasi masyarakat kepada pemujaan pimpinan revolusi, yaitu Presiden Sadam Hussein. Begitu banyak nyanyian digubah untuk memuja manusia yang belum berusia 50 tahun ini, begitu penuh sajak-sajak dengan ungkapan kekaguman kepada kepribadiannya dan begitu besar gambarnya bertebaran diseluruh penjuru negeri, sehingga tidak mungkin luput perhatian orang dari titik kehadirannya yang sentral dalam kehidupan bangsa Irak.

Pada dasarnya, Saddam memang memiliki kepribadian yang menarik: sederhana dan lugas dalam penampilan fisik, nyata penguasaannya atas masalah teoritis dari ideologis sosialistis yan dipeluknya. Ketika ditanya seorang penulis, siapakah tokoh yang paling dikaguminya dalam sejarah, tanpa ragu-ragu dinyatakannya: Lenin, itu penemu ideologi komunis. Ini saja sudah menunjukkan keterlibatannya yang begitu mendalam atas masalah ideologis.

Tetapi cukupkah kesemuanya itu menggambarkan transformasi mendasar yang sedang terjadi di Irak? Pengubahan kehidupan yang tampak secara lahiriah dalam hal kecil-kecil sudah tentu bukan tolok ukur yang pasti dari keberhasilan sebuah revolusi dalam melakukan transformasi mendasar. Derasnya arus indoktrinasi tidaklah mencerminkan perubahan sikap hidup bangsa. Pemujaan berlebihan kepada sang pemimpin bukanlah jaminan kuat bagi terciptanya sebuah masyarakat yang baru.

Rasa-rasanya, tolok ukur paling tepat untuk menilai keberhasilan revolusi sosialis Ba'ath di Irak adalah pengamatan atas orientasi politik-ekonomis yang dikembangkan di sana. Semua revolusi akan selalu berwatak populistis dalam orientasi politik ekonominya. Bagaimanakah penerapan populisme dan egalitarianisme dalam kenyataan hidup sekarang?

Ternyata hal ini sangat menarik untuk diamati. Kelas menengah ternyata tidak banyak terpengaruh kedudukannya oleh revolusi. Mereka tetap dibiarkan mendominir swasta dalam perekonomian, sehingga sektor tersebut benar-benar berfungsi penuh, tidak seperti di negeri lainnya.

Sudah tentu ada 'pengawasan' melaui unit-unit kerja di bidang distribusi dan penyediaan bahan-bahan guna mencegah manipulasi harga oleh sektor swasta. Bidang jasa sampai inpor-ekspor, cukup banyak diserahkan kepada sektor ini..

Padahal yang menarik keuntungan adalah modal kewiraswastaan kelompok minoritas Yunani, Armenia, Kurdi. Walaupun mereka tidak dibiarkan memasuki industri utama, seperti pembuatan barang-barang industri, peranan kelas menengah yang yang memiliki vitalitas dan produktivitas begitu besar itu masih tampak sangat besar dalam perekonomian bangsa, sehingga mereka tidak tertelan sektor negara.

Di pihak lain, pembuatan barang industri dan penyediaan barang diarahkan terutama kepada kebutuhan pokok rakyat. Barang jadi untuk kemewahan hidup sangat dibatasi, meskipun definisi kemewahan itu sendiri masih berbeda dengan pengertian kita di sini (setiap awal pemerintah boleh membeli mobil sekali setiap lima tahun, asalkan paling-paling Toyota Crown dan bukan Mercedes Benz). Pajak berat dikenakan atas kemewahan hidup.

Politik-Ekonomi seperti membawa kepada sebuah perkembangan menarik; peningkatan pendapatan kelas menengah secara drastis selama pemerintahan revolusioner ternyata tidak diimbangi oleh sektor penyediaan barang-barang mewah termasuk industri hiburan berskala massif. Sebagai akibat, beberapa buah hotel modern dan sejumlah hiburan  malam menjadi saluran pembuangan uang mereka. Sudah tentu dengan eksesnya yang berupa meningkatnya jumlah mereka yang dijangkiti kecanduan alkoholpenyakit ini bukan monopoli  masyarakat sosial barat.

Memang menarik untuk dikaji perkembangan selanjutnya negeri korma yang diapit oleh kedua sungai Tigris dan Eufrat ini, karena ia menyediakan variasi baru dalam pemikiran revolusioner: bagaimana menciptakan struktur masyarakat yang berasaskan persamaan, dengan orientasi politik ekonomis berwatak populis, tetapi dengan tetap menyatakan peluang kepada inisiatif perorangan para wiraswasta.

Jawaban Irak untuk memberikan hak hidup kepada kelas menengah, dengan menjadikan sektor negara sebagai penentu arah perekonomian, melalui penyediaan kebutuhan pokok dan penguasaan penuh atas industri pembuatan barang untuk itu dan atas industri berat, sudah tentu sangat berharga, untuk dipelajari sebagai eksperimen tersendiri dalam pengembangan pemikiran tentang revolusi, terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja, tanpa kajian mendalam atasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar